La Fleur
1 min readMar 26, 2024

--

Saya pernah dalam jurang bertitel sepi, diselimuti bayang-bayang kelam sendiri. Goak-goak sekencang apapun takkan didengar; terjelabak. Sembunyi saya di balik puing-puing reruntuhan nang menggunung.

Dan kamu muncul.

Kamu, tanpa permisi, hadir.

Andai mesin waktu sungguh eksis, ingin saya peringatkan kamu, “Jangan, jangan selamatkan saya. Jangan mendekat. Saya ini hanya berkomposisikan hal-hal yang buruk, pemimpi yang takut jatuh, seseorang yang seluruh sisi tubuhnya penuh luka. Memang kamu siap? Memang kamu sudi?”

Tak lama saya merasa kamu mendekat, seisi dunia sekejap terasa menawan; indah, kegelapan membiaskan pelangi di sini. Bagaimana caranya? Bagaimana cara kamu lakukan itu? Tangan saktimu itu sulap laraku jadi tawa, badai di kepalaku ditenangkannya secara cuma-cuma — semena-mena.

Saya, boleh jatuh cinta?

Tidak. Tidak. Saya ralat. Tuan, mohon izinkan hamba satu ini mencintaimu.

Mungkin, hanya mungkin, kamu lah yang saya butuhkan. Juru kunci yang mampu tarik seluruh luka ini. Lalu ketika saya pejamkan mata, bisakah kamu segera muncul, dan katakan “semua baik-baik saja”? Kalau pula saya boleh rakus, tambahkan usapan di kepala dan sekakan air mata.

Jujur… saya terlalu takut jatuh cinta, sampai-sampai tak sadar kamu di sini sudah buat saya menggila.

Pernah saya bermimpi akan sesuatu yang tak memiliki akhir, mungkin (hanya mungkin), ini bagian kita? Mungkin, ini awal kita?

--

--

La Fleur

komposer senandika laranya sendiri. di balik segarnya canda, berbunga; bermekaran lah luka. diintai arus rana.